|
Scene Jl. Kepodang Kota Lama Semarang |
Jalan Kepodang di kawasan kota lama Semarang, baru saja dilapisi
paving-block. Sekarang tampak lebih rapi, cantik dan
gilar-gilar. Kawasan ini tidak jauh dari Gereja Blenduk ikon kota lama Semarang. Sayang, drainase di kiri dan kanan jalan yang memang tak terlalu lebar itu tidak pula sekalian dibangun kembali. Yang tampak ialah
got yang
mampet, dengan air
comberan yang kotor. Celakanya, di perempatan jalan itu, tempat para penjual ayam jago petarung, justru banyak tumpukan sampah, potongan kayu-kayu, bambu, plastik, dan sebagainya yang menumpuk dan semakin menyumbat aliran
got. Padahal di kawasan inilah pusat kegiatan yang selalu ramai dari pagi hingga siang, di bawah teduhnya bangunan-bangunan lama yang menjulang. Lengkap dengan warung gulai dan pedagang kaki lima. Sesekali di sini ada pula penjual obat yang menggelar dagangannya.Suasana inilah yang menjadikan kawasan kota lama dengan bangunan-bangunan tua itu menjadi hidup.
|
Poster ajakan sketsa bareng. Banyak orang-orang menyaksikan tanpa kami sadari ketika kami beraksi |
Di sepanjang jalan Kepodang memang banyak bangunan tua peninggalan zaman kolonial yang berjajar, berimpit, berdesakan, yang membuat kawasan ini menjadi eksotik. Kebanyakan bangunan-bangunan tua itu tidak terawat, meski masih memantulkan keunikan bentuk dan keindahan ornamen-ornamen yang menghiasinya. Malah sebagian di antaranya, dinding-dindingnya mengelupas, ditumbuhi tanaman-tanaman liar, dicengkeram akar-akar yang menjalar. Tapi suasana yang demikian itu justru menjadi daya tarik kami untuk menjadikannya obyek-obyek sketsa.
Rudi Hartanto, teman kami, merupakan salah seorang sketser dan
kontributor Urban Sketching dunia, yang tidak bosan-bosannya mengambil
bangunan-bangunan di kawasan ini menjadi obyek berkarya sketsa.Sudah
sekitar tiga tahun pula kami sesekali bertemu di kawasan ini untuk
membuat sketsa bareng dengan teman-teman Indonesia's Sketcher-Semarang.
Beberapa kali pula kelompok ORArT ORET yang juga gemar corat-coret
membikin sketsa bersama di tempat ini.
|
Searah jarum jam: bangunan tua di sekitar perempatan, beberapa teman mensketsa yang lain mengabadikan, mejeng bersama dengan peserta baru, bergambar bersama setelah selesai sketsa bareng. |
Pernah suatu kali kami membuat sketsa bangunan di bagian timur kawasan ini yang tidak beratap lagi. Meski tanpa atap, dinding fasadnya memiliki jendela-jendela yang unik, bahkan terdapat ornamen
kala di ambang pintunya. Sebulan kemudian, akibat hujan deras dan tiupan angin kecang, dinding bangunan yang sudah mulai keropos itu roboh. Kini tinggal puing-puing, tapi kami sempat mengabadikan dalam rekaman sketsa.
Di samping obyek bangunannya, suasana kawasan dengan para penjual dan pembeli yang melakukan transaksi, para bebotoh ayam jago, kurungan ayam, pagar-pagar bambu, warung kaki lima dengan atap bentangan-bentangan plastik, bagi kami amat menarik direkam menjadi karya-karya sketsa.
Belum lama ini kami bertemu lagi untuk bersketsa-ria di sana. Inilah beberapa sketsa yang merupakan jejak rekam kawasan eksotik itu....
|
Bangunan tua yang sudah tak beratap |
|
Bangunan tanpa atap yang kemudian roboh setelah kami buat sketsanya |
|
Pemandangan di sekitar perempatan Jl. Kepodang |
|
Deretan bangunan di sisi selatan | | | | | | | | | | | | | | | |
|
|
|
|
|
|
|
Para penjual dan bebotoh jago petarung |
|
Pak Marmo penjual ayam jago |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Rudi H, seorang Urban Sketcher sedang mensketsa |
|
Seorang teman sedang mensketsa (atas), santai sejenak di warung kaki lima (bawah). | | |