Kamis, 15 November 2012

Keanekaragaman Ungkapan Karya Sketsa Para Anggota Komunitas Indonesia’s Sketchers


Keanekaragaman Ungkapan Karya Sketsa Para Anggota Komunitas Indonesia’s Sketchers

Oleh: Aryo Sunaryo


Komunitas Indonesia’s Sketchers, Visi dan Manifestonya
Indonesia’s Sketchsers yang disingkat IS merupakan sebuah grup terbuka pada jejaring sosial Faceobook dengan situs http://www.facebook.com/ groups/240007800116/?ref=ts&fref=ts. Sebagai komunitas dalam dunia maya itu, IS juga memiliki blog dengan alamat http://indonesiasketchers.blogspot. com/p/about-us.html. Sampai dengan bulan Februari 2012 tercatat lebih dari 2.900-an orang tergabung dalam kelompok ini. Sekarang ini (September 2012) anggotanya hampir mencapai 5.000 orang. Sebagian besar anggota IS boleh dikatakan merupakan anggota pasif, dalam pengertian lebih berperan sebagai pengamat atau apresian terhadap karya-karya sketsa yang di-posting dalam grupnya daripada banyak menghasilkan karya sketsa untuk diunggah dalam wall  FB IS. Mereka yang rajin mengirim karya-karya sketsa sekitar 20 persennya. Meskipun demikian, kita dapat melihat karya-karya sketsa hasil posting-an yang terdokumentasikan di album, wall, dan file, hingga ribuan banyaknya.
Indonesia’s Sketchers (IS) digagas pada bulan Agustus 2009 oleh Atit Dwi Indarty. Ide ini muncul ketika ia mengikuti perkembangan sebuah kelompok sketser internasional yang tergabung dalam Urban Sketchers, yang pada saat itu belum ada wakil sketser dari Indonesia yang dapat memberikan gambaran tentang Indonesia melalui sketsa. Ide ini juga timbul atas dasar keinginan untuk belajar bersama dalam sebuah grup. Tidak lama setelah IS digagas, Atit bertemu dengan seorang sketser asal Indonesia di Urban Sketchers, yakni Dhar Cedhar, yang juga memiliki visi dan misi yang sama. Mereka ingin menggalakkan seni sketsa di Indonesia, khususnya sketsa yang dibuat langsung di depan obyek sebagai karya yang dapat berdiri sendiri dan memberikan kontribusi bagi Indonesia melalui karya tersebut.
Komunitas IS memiliki sistim kepengurusan yang terdiri atas pengurus inti dan pengurus kondisional. Pengurus inti adalah pengurus yang dipilih setiap dua tahun sekali untuk mengatur jalannya IS, sedangkan pengurus kondisional ditentukan untuk mendukung program-program tertentu yang sifatnya lebih sementara, misalnya dalam kegiatan pameran, workshop, dan lain-lain. Calon-calon pengurus adalah anggota-anggota yang aktif, atau yang mengajukan diri dan yang bersedia menjadi pengurus.
Dalam perjalanannya, setelah melalui berbagai posting karya para anggotanya, gathering dan sharing yang dilakukan oleh beberapa kelompok, interaksi dan diskusi secara on-line, IS kemudian menetapkan tujuan yang tertuang dalam rumusan visinya, serta “aturan main” atau mekanisme berkarya sketsa, semacam pandangan kelompok yang mengarahkan tujuan kelompok dalam apa yang mereka sebut sebagai manifesto.
Visi IS adalah: Mengembangkan semangat bertutur/ bercerita tentang kondisi di sekitar kita melalui sketsa langsung di lokasi. Sementara pada manifesto IS, dinyatakan dalam enam pernyataan sebagai berikut:
  1. Mensketsa apa yang dilihat/ dialami di lokasi melalui pengamatan langsung, baik di dalam maupun di luar ruangan.
  2. Bercerita tentang lingkungan tempat tinggal dan pengamatan saat bepergian melalui sketsa.
  3. Mensketsa situasi dan kondisi apa adanya.
  4. Bebas menggunakan media, baik manual ataupun digital.
  5. IS menghargai gaya setiap individu.
  6. Memberikan keterangan singkat situasi, kondisi, tempat, waktu dan teknis atas sketsa yang dibuat. Selanjutnya, pada bagian akhir manifesto ditambahkan catatan. Bila ada anggota yang memposting karya tidak sesuai dengan manifesto di atas, admin akan mengembalikan postingan anggota dan menghapusnya.
Dengan mengusung semboyan/ tagline: “We Draw What We Witness”, IS menekankan pada sketsa sebagai benar-benar hasil “tangkapan” langsung apa yang dilihat, bukan “imajinasi murni” ataupun photo re-work, demikian ungkapan seorang pengurus inti dalam mengingatkan para anggotanya. Meskipun demikian, karena latar belakang yang sangat beragam dari para anggotanya, tetap saja kerap kali terjadi perbedaan pandangan untuk menafsirkannya, termasuk pemahaman anggota terhadap karya sketsa. Di lain pihak, IS sangat membuka berbagai kemungkinan bentuk ungkapan karya sketsa, tidak juga menganut pada pengertian di kamus atau definisi sketsa manapun, melainkan yang penting berkarya, berproses, dan sketsa dilakukan on lacation atau live sketching.
Dalam hal peningkatan kualitas, terdapat saran yang menarik dari anggotanya, yakni IS harus ketat dengan Visi dan Manifestonya, terutama yang bertalian dengan isi dan konteks berkarya, sehingga bukan hanya persoalan teknik dan subyektivitas sketser yang muncul. Sesuai dengan manifestonya, IS hendaknya merupakan ajang saling bertukar ceritera melalui sketsa. Di lain pihak, ada yang menyarankan agar lebih terbuka, karya sketsa tidak semata sebagai jurnalisme visual sebagaimana pada Urban Sketchers, melainkan lebih dari itu, di samping pengubahan nama komunitasnya menjadi Komunitas Sketsa Langsung jika memang cara menghasilkan sketsa semacam itu.

Tema dan Obyek Karya
Dari segi tema, karya-karya sketsa para anggota IS dapat dikelompokkan menjadi (1) bangunan, (2) ruang publik, dan ruang privasi, (3) landscape perkotaan maupun pedesaan, (3) manusia dan aktivitasnya, (4) pasar dan pedagang, (5) kendaraan dan transportasi, (6) kesenian/ budaya, (7) binatang, (8) tumbuh-tumbuhan, (9) benda-benda dan produk makanan. Dari setiap tema dapat dirinci ke dalam obyek-obyek yang menjadi sasaran perhatian para sketser untuk diwujudkan menjadi karya sketsa. Sejumlah kecil obyek yang digambar ada yang sangat spesifik, sehingga sulit untuk diklasifikasikan ke dalam tema-tema tersebut. Misalnya obyek gardu listrik, tiang listrik di tepi jalan, alat-alat berat semacam bego, pesawat tempur, dan persimpangan rel kereta api.
Dalam tema bangunan, obyek-obyek yang menarik perhatian para sketser yang tergabung dalam komunitas IS mencakupi bangunan tua, misalnya bangunan keraton, candi, masjid tua, gereja, klenteng, pura, gerbang, benteng, dan sebagainya, serta bangunan-bangunan baru atau modern yang umumnya terdapat di perkotaan, misalnya gedung bertingkat, hotel, pertokoan, bangunan rumah di tepi jalan raya, dan semacamnya. Karya sketsa dengan tema bangunan paling digemari, karena itu paling banyak jumlahnya (21,4%) dibanding tema lainnya. Hal ini terkait pula dengan kecenderungan Urban Sketchers yang menjadi inspiratornya.
Selanjutnya, ke dalam tema ruang publik misalnya sketsa yang mengambil obyek taman, tempat-tempat rekreasi, alun-alun, kemudian stasiun, bandara, terminal, pelabuhan, tempat-tempat bersantai dan makan minum yakni resto, cafe, coffeeshop, rumah makan, warung makan, dan lain-lain. Suasana interior baik untuk umum maupun yang lebih bersifat privasi misalnya ruang kerja berikut perabotnya, kemudian eksterior semisal sebuah teras, halaman rumah dimasukkan ke dalam bagian tema ini, sebesar 13,6%.
Sketsa dengan tema landscape sebesar 9,5%, para sketsernya mengambil obyek-obyek scene perkotaan, perkampungan, maupun pedesaan, serta obyek-obyek panoramik lainnya seperti gunung, sawah, dan dangau. Tema manusia dalam berbagai aktivitasnya merupakan tema yang juga banyak dipilih setelah tema bangunan, sebesar  18,7%. Yang menjadi obyek mulai dari potret seseorang, sosok utuh dalam sikap berdiri, duduk, dan lain-lain, sampai kepada obyek-obyek anggota badan, misalnya kaki dan tangan. Lalu juga obyek sosok manusia sebagai penari, pemusik, pengamen, pemulung, pekerja bengkel, pekerja pembangunan, dalam aktivitas sehari-hari, baik dalam keadaan sendirian, dengan beberapa sosok lainnya, maupun dalam kerumunan.



Gambar 1. Gereja.
 Sebuah sketsa tematik Bulan Desember karya Atit Dwi Indarty sebagai satu contoh obyek bangunan tua di Jakarta

Gambar 2. Ruko Harapan Indah.
.Sebuah sketsa minggu pagi menggunakan tinta dan cat air karya Yanuar Ichsan. 
Contoh sketsa yang mengambil obyek bangunan modern

Tema berikutnya yang dipilih ialah tema pasar dan pedagang, yakni sebesar 7%, dengan obyek-obyek pasar tradisional, pasar burung, kios yang banyak menempati pinggir jalan, dan para pedagang asongan maupun pedagang kaki lima (PKL), misalnya penjual bakso, angkringan, penjaja makanan dan minuman, pejual sayur, dan lain-lain. Kemudian tema kendaraan dan transportasi yang juga cukup banyak peminatnya antara lain dengan obyek bemo, kereta, mobil, becak, perahu, kapal, pesawat, truk, loko, gerobak, dokar, termasuk obyek suasana di dalam angkutan, misalnya dalam bus, angkot, kereta, pesawat, dan lain-lain sebesar 7,4%.
Tema kesenian/ budaya, meskipun tidak banyak, kurang dari 3%, terdapat pada karya-karya sketsa yang mengambil obyek misalnya pertunjukan wayang kulit, ondel-ondel, ogoh-ogoh, upacara pernikahan, kirab, sekaten, gunungan, miyos gangsa, dan idul kurban. Tema binatang, seperti pengambilan obyek-obyek kucing, anjing, kerbau, ayam, kuda, kancil, kura-kura, dan ikan juga ada meskipun tidak banyak, yang hanya 2,9%. Demikian pula tema tumbuh-tumbuhan, dengan obyek pepohonan, nyiur, pohon pepaya, bambu, tanaman merambat hingga ranting, ada tidak terlalu banyak, sekitar 3,4 %. Sementara tema benda-benda dengan obyek botol, sepatu, alat tulis, kamera, kaca mata, lipstik, mouse, stappler, alat-alat pertanian, pot, tempat sampah, baju, sendok-garpu, produk makanan dan buah-buahan, dan lain-lain hampir mencapai 11%.
 Pada umumnya tema dan obyek dipilih karena alasan obyeknya memiliki bentuk menarik, unik, dan indah, sehingga merasa perlu untuk diinformasikan baik mengenai obyek itu sendiri maupun hal-hal yang bertalian di luarnya. Beberapa di antaranya mengaku karena mereka sering melihat atau memilikinya sehingga sangat mengenali obyeknya. Tetapi ada pula yang mengaitkannya dengan identitas dan sangat bertalian dengan aktivitas masyarakat sekitar, karena itu penting untuk diungkapkan dan disampaikan.


Gambar 3. Taman Kecil Tak Terawat. Tinta dan cat air
 Sebuah sketsa bertema ruang publik berupa taman
karya Antown Holic.


Gambar 4. Coffeshop.
Sebuah sketsa bertema ruang publik masyarakat urban menggunakan tinta dan pensil warna karya Donald Saluling


Media dan Teknik Bersketsa
Media yang digunakan untuk mengerjakan sketsa yang dilakukan para sketser IS bermacam-macam. Dari pengamatan terhadap 724 karya sketsa, tinta merupakan media yang paling banyak digunakan (38,5%). Termasuk media tinta ialah pemakaian drawingpen, ballpoint, spidol, marker, boxy, tinta cina dengan pena atau kuas, yang digunakan dalam penyajian hitam putih. Kemudian pemakaian media tinta yang disajikan dengan nada-nada tengah (halftones) atau nada keabu-abuan (greyscale) dengan cara pembasuhan tinta (wash) atau dengan penambahan goresan maupun dusel pensil. Penggunaan media tinta dengan halftones ini ada sekitar 5,8 %. 


Gambar 5. Penjual Tongseng
 Sebuah sketsa bertema pedagang menggunakan tinta karya Yoso Banyudono
Teks di bagian kiri atas merupakan storytelling singkat tentang sketsa tersebut.


Gambar 6. Nonton Wayang.
 Sebuah sketsa bertema kesenian/ kebudayaan menggunakan tinta dengan  rendering arsir 
yang halus. Karya Dadang Pribadi
 
Berikutnya ialah penggunaan media tinta dengan cat air. Pewarnaan dengan cat air setelah sketsa dikerjakan dengan tinta, ternyata cukup digemari para sketser IS, hingga mencapai 34,3 %, baik pewarnaan secara monokromatik yang hanya menggunakan satu warna maupun polikromatik yang menggunakan banyak warna. Sejumlah di antaranya yakni sebanyak 5,1 %, sketsa dikerjakan melulu dengan cat air menggunakan kuas sehingga sangat mirip dengan pengerjaan lukisan.
Sketsa yang dikerjakan menggunakan pensil saja mencapai 12,1%. Rupanya pensil merupakan media pilihan kedua setelah tinta. Termasuk media pensil ialah berbagai jenis pensil, mencakupi pensil warna dan pensil arang (konte). Media lainnya yang lebih sedikit digunakan ialah media digital dan penggunaan media campur (mixmedia), masing-masing sekitar 2%.
Teknik penyajian karya sketsa dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni penggunaan garis murni tanpa render dan dengan rendering. Yang tanpa dirender, hanya sekitar 13,9% tersaji dalam bentuk (1) kontur, (2) gestur, dan (3) campuran. Penyajian sketsa dengan rendering banyak dilakukan, hampir mencapai 86%. Rendering sketsa menggunakan (1) arsir, baik yang rinci maupun seperlunya, (2) blok atau spot, dan (3) pewarnaan. Teknik arsir paling banyak dilakukan, mencapai 45%, kemudian dengan mewarnai mencapai 39%, selebihnya dengan teknik blok yakni dengan penambahan bidang atau bercak-bercak hitam yang kurang dari 2%. 


Gambar 7. Bemo-bemo
 Sebuah sketsa bertema transportasi. Karya dengan goresan dan sapuan sederhana namun efektif. Media tinta dan cat air pada sketchbook. Karya Widiyatno
 

Gambar 8. Kucing
Sebuah sketsa bertema binatang. Media pensil. Renderingnya tidak berlebihan namun tetap dapat mensugesti bentuk obyeknya. Karya Anissa
  
Ungkapan Bentuk dan Pesan Karya Sketsa
Mengenai pendekatan atau gaya karya sketsa, sebagian besar (67,54%) karya sketsa tergolong impresionistik dan dikerjakan dengan tidak terlalu rinci. Bentuk ungkapan impresionistik cukup menampilkan kesan-kesan obyeknya atas hasil tangkapan sesaat dari kegiatan menggambar langsung dan hal ini merupakan kecenderungan umum dalam karya sketsa. Sebesar 23,75% dikerjakan sangat rinci, presisi, dalam gaya realistik. Penyajian gaya realistik umumnya dilakukan oleh mereka yang memiliki kecermatan kuat dalam menggambar dan kebiasaan mereka dalam membuat gambar ilustrasi. Sketsa jenis demikian lebih merupakan gambar lengkap dan tentu membutuhkan waktu yang tidak singkat.

Gambar 9. Speda di Pohon
Sketsa bergaya realistik menggunakan tinta dengan teknik rendering yang rinci menyajikan gambar lengkap.
Karya Dhar Cedhar


Gambar 10. Pemulung
Media pensil. Sebuah sketsa realistik yang diselesaikan 
dengan arsiran seperlunya bertema sosok manusia, 
yang menyentuh kehidupan manusia. Karya Ivanda Ramadhani
Sebagian lagi sebesar 6,76% termasuk dalam pendekatan ekspresif, dengan sentuhan emosi dan spontanitas yang kuat, sehingga terdapat distorsi bentuk. Sketsa dalam jumlah yang tidak terlalu banyak ini lebih menampilkan karakteristik sebuah sketsa dan lebih punya “greget”. Goresan spontan, dengan tarikan garis-garis lancar yang dikerjakan dalam waktu singkat, kemudian penyajian yang sederhana, esensial, dengan intensitas emosi yang menyertainya merupakan kekuatan karya sketsa tersebut. 


Gambar 11. Taman Makam Prasasti 
Sketsa ekspresif-impresionistik karya Indra Gunadharma menggunakan tinta yang dilengkapi dengan aksen blok dan goresan yang mensugesti massa bentuknya.
 

Gambar 12. Tamansari
Sketsa ekspresivistik karya Faisal Amir, memperlihatkan goresan spontan dan cepat, sugestif, distorsif.  Media tinta yang dipadu dengan nada tengah dan percikan

Gaya lain yang juga dalam jumlah kecil (1,65%) ialah dekoratif melalui stilisasi. Bahkan ada pula yang diabstraksikan sehingga sangat sulit dikenali kembali obyeknya dan tampilan bentuk transformatif. Dalam hal sketsa yang menjadi abstrak dan bentuk yang transformatif, tentulah kurang sejalan dengan manifesto yang diusung IS, karena karya yang demikian itu mengesampingkan segi naratifnya serta lebih merupakan hasil imajinasi daripada ungkapan apa adanya sesuai dengan hasil tangkapan mata. Bagaimanapun, gejala ini menunjukkan bahwa sketsa dapat diwujudkan dalam bentuk yang beragam, mulai dari bentuk-bentuk yang sangat mirip dengan obyeknya hingga pada bentuk-bentuk gubahan yang jauh dari reperesentasi obyeknya.



Gambar 13. Ibu dan Anak
 Sketsa karya lama Junita Bahari Nonci yang mengabstraksikan bentuk dan di-posting di wall Indonesia’s Sketchers.
 
Tidak semua sketser mempunyai pesan di balik pemilihan obyek karyanya. Tetapi sejumlah di antaranya, dapat diketahui bahwa melalui karya-karya sketsa yang dihasilkan, pesan-pesan yang ingin disampaikan para sketser ialah (1) penyampaian infomasi dan komunikasi, (2) ungkapan keanekaragaman, (3) cinta dan perhatian, (4) potret dan kritik sosial, dan (5) berbicara tentang kemanusiaan.
Pesan yang terkait dengan penyampaian informasi dan komunikasi lebih menggambarkan dan mempraktikkan semangat berbagi ceritera tentang apa yang terdapat dan terjadi di lingkungan sekitar para sketsernya. Pemikiran ini sangat sejalan dengan visi dan manifesto IS. Melalui karya-karya sketsa yang disuguhkan dapat diketahui oleh orang lain tentang obyek, hal atau peristiwa, kebiasaan dan tradisi masyarakat, atau apa saja yang menarik perhatian sketser untuk disampaikan.
Melalui karya sketsa pula pesan tentang adanya keanekaragaman yang terkandung di dalamnya  ingin disampaikan. Selain lebih membuka wawasan tentang berbagai obyek yang dapat direkam dalam karya sketsa dengan bermacam cara dan berdasarkan pandangan setiap sketsernya, pesan ini akan membuka kesadaran orang akan adanya keanekaragaman suatu obyek, baik yang diciptakan manusia maupun obyek-obyek ciptaan Tuhan. Pesan tentang ungkapan keanekaragaman sesungguhnya juga sejalan dengan semangat untuk bertutur dalam berkarya sketsa.
Sementara pesan tentang cinta dan perhatian, selain terkandung pengertian untuk berbagi ceritera, sebagai seorang pribadi, seorang sketser juga ingin menunjukkan bahwa ia memiliki perhatian dan perasaan terhadap suatu obyek atau hal yang berbeda dengan orang lain. Kemudian atas hasil pengamatan, pemahaman, dan sikap terhadap gejala yang terjadi di lingkungan sosial, melalui karya sketsa, seorang sketser menyampaikan pesan potret dan kritik sosial. Bagaimana sekelompok masyarakat menghargai karya budaya, menjaga dan merawat warisan budaya atau sebaliknya meninggalkan dan mencampakkannya, kegiatan dan kebiasaan suatu masyarakat dalam menyikapi lingkungan, misalnya, dapat tersajikan di balik obyek-obyek pilihan sketsernya. Potret masyarakat dengan pribadi-pribadi yang unik dalam berbagai kegiatan dan persoalan yang dihadapi untuk memperjuangkan kehidupannya masing-masing, dapat ditemukan dan diangkat menjadi tema berkarya sketsa, yang di dalamnya syarat mengandung persoalan kemanusiaan.


Simpulan dan Saran
Sebagai bagian dari gambar, sketsa merupakan karya catatan yang umumnya dibuat dalam waktu singkat dengan tujuan yang bermacam-macam. Sebagian di antaranya merupakan rekaman visual atas pengamatan langsung, menceriterakan obyek yang menarik perhatian pembuatnya, sebagian lainnya untuk sarana ungkapan pikiran dan perasaan pembuatnya, sampai kepada keinginan mengkomunikasikan gagasan serta menitipkan pesan-pesan.
Berbagai bentuk ungkapan sketsa para sketser yang tergabung dalam komunitas Indonesia’s Sketchers menunjukkan keanekaan tema dan obyek sketsa, gaya, penggunaan media dan teknik, pesan yang diinginkan, serta wawasan terhadap karya sketsa, sesuai dengan beragamnya latar belakang yang dimiliki oleh setiap anggota komunitas. Salah satu kesamaan pandang dalam berkarya sketsa ialah kehadiran sketsa yang dilandasi oleh pengamatan langsung terhadap obyeknya. Aneka bentuk ungkapan dan pesan yang terkandung dalam sketsa para anggota IS dengan latar belakang para sketser yang beragam telah menjadikan sketsa sebagai karya yang karakteristiknya mencair, meluas, dan berkembang sehingga sulit ditentukan batas-batasnya dengan karya gambar bahkan lukisan.
Mengingat bahwa komunitas IS merupakan grup terbuka, diperlukan pengelolaan dan pengorganisasian yang lebih ketat dan solid dengan melaksanakan program-program secara konkret dalam rangka meningkatkan kualitas karya-karya sketsa yang di-posting, sehingga memiliki andil yang nyata dalam percaturan di tingkat global.
Sesuai dengan nama komunitas yang langsung menunjuk pada sketser Indonesia, hendaknya lebih terbuka menampung bermacam pewacanaan sketsa, sehingga tidak harus berkiblat pada komunitas lain dengan visi dan misi yang bisa berbeda. Jejaring sosial seperti facebook merupakan salah satu media yang ampuh untuk memamerkan karya-karya sketsa dan ajang berbagi pengalaman terkait dengan berkarya sketsa, karena itu hendaknya dimanfaatkan secara optimal dan mampu menyebarluaskan karya-karya sketsa anak negeri pada tataran dunia.