Keanekaragaman
Ungkapan Karya Sketsa Para Anggota Komunitas Indonesia’s Sketchers
Oleh: Aryo Sunaryo
Komunitas Indonesia’s Sketchers, Visi dan Manifestonya
Indonesia’s
Sketchsers yang disingkat IS merupakan sebuah grup terbuka pada jejaring sosial
Faceobook dengan situs http://www.facebook.com/
groups/240007800116/?ref=ts&fref=ts. Sebagai komunitas dalam
dunia maya itu, IS juga memiliki blog dengan alamat http://indonesiasketchers.blogspot.
com/p/about-us.html. Sampai dengan bulan Februari 2012 tercatat
lebih dari 2.900-an orang tergabung dalam kelompok ini. Sekarang ini (September
2012) anggotanya hampir mencapai 5.000 orang. Sebagian besar anggota IS boleh
dikatakan merupakan anggota pasif, dalam pengertian lebih berperan sebagai
pengamat atau apresian terhadap karya-karya sketsa yang di-posting dalam grupnya daripada banyak menghasilkan karya sketsa
untuk diunggah dalam wall FB IS. Mereka yang rajin mengirim karya-karya
sketsa sekitar 20 persennya. Meskipun demikian, kita dapat melihat karya-karya
sketsa hasil posting-an yang
terdokumentasikan di album, wall, dan
file, hingga ribuan banyaknya.
Indonesia’s
Sketchers (IS) digagas pada bulan Agustus 2009 oleh Atit Dwi Indarty. Ide ini
muncul ketika ia mengikuti perkembangan sebuah kelompok sketser internasional
yang tergabung dalam Urban Sketchers, yang pada saat itu belum ada wakil
sketser dari Indonesia yang dapat memberikan gambaran tentang Indonesia melalui
sketsa. Ide ini juga timbul atas dasar keinginan untuk belajar bersama dalam
sebuah grup. Tidak lama setelah IS digagas, Atit bertemu dengan seorang sketser
asal Indonesia di Urban Sketchers, yakni Dhar Cedhar, yang juga memiliki visi
dan misi yang sama. Mereka ingin menggalakkan seni sketsa di Indonesia,
khususnya sketsa yang dibuat langsung di depan obyek sebagai karya yang dapat
berdiri sendiri dan memberikan kontribusi bagi Indonesia melalui karya tersebut.
Komunitas
IS memiliki sistim kepengurusan yang terdiri atas pengurus inti dan pengurus
kondisional. Pengurus inti adalah pengurus yang dipilih setiap dua tahun sekali
untuk mengatur jalannya IS, sedangkan pengurus kondisional ditentukan untuk
mendukung program-program tertentu yang sifatnya lebih sementara, misalnya
dalam kegiatan pameran, workshop, dan
lain-lain. Calon-calon pengurus adalah anggota-anggota yang aktif, atau yang
mengajukan diri dan yang bersedia menjadi pengurus.
Dalam
perjalanannya, setelah melalui berbagai posting
karya para anggotanya, gathering dan sharing yang dilakukan oleh beberapa
kelompok, interaksi dan diskusi secara on-line,
IS kemudian menetapkan tujuan yang tertuang dalam rumusan visinya, serta
“aturan main” atau mekanisme berkarya sketsa, semacam pandangan kelompok yang
mengarahkan tujuan kelompok dalam apa yang mereka sebut sebagai manifesto.
Visi
IS adalah: Mengembangkan semangat bertutur/ bercerita tentang
kondisi di sekitar kita melalui sketsa langsung di lokasi. Sementara pada
manifesto IS, dinyatakan dalam enam pernyataan sebagai berikut:
- Mensketsa apa yang dilihat/ dialami di lokasi melalui pengamatan langsung, baik di dalam maupun di luar ruangan.
- Bercerita tentang lingkungan tempat tinggal dan pengamatan saat bepergian melalui sketsa.
- Mensketsa situasi dan kondisi apa adanya.
- Bebas menggunakan media, baik manual ataupun digital.
- IS menghargai gaya setiap individu.
- Memberikan keterangan singkat situasi, kondisi, tempat, waktu dan teknis atas sketsa yang dibuat. Selanjutnya, pada bagian akhir manifesto ditambahkan catatan. Bila ada anggota yang memposting karya tidak sesuai dengan manifesto di atas, admin akan mengembalikan postingan anggota dan menghapusnya.
Dengan
mengusung semboyan/ tagline: “We Draw
What We Witness”, IS menekankan pada sketsa sebagai benar-benar hasil
“tangkapan” langsung apa yang dilihat, bukan “imajinasi murni” ataupun photo re-work, demikian ungkapan seorang
pengurus inti dalam mengingatkan para anggotanya. Meskipun demikian, karena
latar belakang yang sangat beragam dari para anggotanya, tetap saja kerap kali
terjadi perbedaan pandangan untuk menafsirkannya, termasuk pemahaman anggota
terhadap karya sketsa. Di lain pihak, IS sangat membuka berbagai kemungkinan
bentuk ungkapan karya sketsa, tidak juga menganut pada pengertian di kamus atau
definisi sketsa manapun, melainkan yang penting berkarya, berproses, dan sketsa
dilakukan on lacation atau live sketching.
Dalam hal peningkatan
kualitas, terdapat saran yang menarik dari anggotanya, yakni IS harus ketat
dengan Visi dan Manifestonya, terutama yang bertalian dengan isi dan konteks
berkarya, sehingga bukan hanya persoalan teknik dan subyektivitas sketser yang
muncul. Sesuai dengan manifestonya, IS hendaknya merupakan ajang saling
bertukar ceritera melalui sketsa. Di lain pihak, ada yang menyarankan agar
lebih terbuka, karya sketsa tidak semata sebagai jurnalisme visual sebagaimana
pada Urban Sketchers, melainkan lebih dari itu, di samping pengubahan nama
komunitasnya menjadi Komunitas Sketsa Langsung jika memang cara menghasilkan
sketsa semacam itu.
Tema dan Obyek Karya
Dari segi tema, karya-karya
sketsa para anggota IS dapat dikelompokkan menjadi (1) bangunan, (2) ruang
publik, dan ruang privasi, (3) landscape
perkotaan maupun pedesaan, (3) manusia dan aktivitasnya, (4) pasar dan
pedagang, (5) kendaraan dan transportasi, (6) kesenian/ budaya, (7) binatang,
(8) tumbuh-tumbuhan, (9) benda-benda dan produk makanan. Dari setiap tema dapat
dirinci ke dalam obyek-obyek yang menjadi sasaran perhatian para sketser untuk
diwujudkan menjadi karya sketsa. Sejumlah kecil obyek yang digambar ada yang
sangat spesifik, sehingga sulit untuk diklasifikasikan ke dalam tema-tema
tersebut. Misalnya obyek gardu listrik, tiang listrik di tepi jalan, alat-alat
berat semacam bego, pesawat tempur, dan persimpangan rel kereta api.
Dalam tema bangunan,
obyek-obyek yang menarik perhatian para sketser yang tergabung dalam komunitas
IS mencakupi bangunan tua, misalnya bangunan keraton, candi, masjid tua,
gereja, klenteng, pura, gerbang, benteng, dan sebagainya, serta
bangunan-bangunan baru atau modern yang umumnya terdapat di perkotaan, misalnya
gedung bertingkat, hotel, pertokoan, bangunan rumah di tepi jalan raya, dan
semacamnya. Karya sketsa dengan tema bangunan paling digemari, karena itu
paling banyak jumlahnya (21,4%) dibanding tema lainnya. Hal ini terkait pula
dengan kecenderungan Urban Sketchers yang menjadi inspiratornya.
Selanjutnya, ke dalam tema
ruang publik misalnya sketsa yang mengambil obyek taman, tempat-tempat rekreasi,
alun-alun, kemudian stasiun, bandara, terminal, pelabuhan, tempat-tempat
bersantai dan makan minum yakni resto, cafe,
coffeeshop, rumah makan, warung
makan, dan lain-lain. Suasana interior baik untuk umum maupun yang lebih
bersifat privasi misalnya ruang kerja berikut perabotnya, kemudian eksterior
semisal sebuah teras, halaman rumah dimasukkan ke dalam bagian tema ini,
sebesar 13,6%.
Sketsa
dengan tema landscape sebesar 9,5%,
para sketsernya mengambil obyek-obyek scene
perkotaan, perkampungan, maupun pedesaan, serta obyek-obyek panoramik lainnya
seperti gunung, sawah, dan dangau. Tema manusia dalam berbagai aktivitasnya
merupakan tema yang juga banyak dipilih setelah tema bangunan, sebesar 18,7%. Yang menjadi obyek mulai dari potret
seseorang, sosok utuh dalam sikap berdiri, duduk, dan lain-lain, sampai kepada
obyek-obyek anggota badan, misalnya kaki dan tangan. Lalu juga obyek sosok
manusia sebagai penari, pemusik, pengamen, pemulung, pekerja bengkel, pekerja
pembangunan, dalam aktivitas sehari-hari, baik dalam keadaan sendirian, dengan
beberapa sosok lainnya, maupun dalam kerumunan.
Gambar 1. Gereja.
Sebuah sketsa tematik Bulan
Desember karya Atit Dwi Indarty sebagai satu contoh obyek bangunan tua di
Jakarta
|
Gambar 2. Ruko Harapan Indah.
.Sebuah sketsa minggu pagi
menggunakan tinta dan cat air karya Yanuar Ichsan.
Contoh sketsa yang mengambil
obyek bangunan modern
|
Tema
berikutnya yang dipilih ialah tema pasar dan pedagang, yakni sebesar 7%, dengan
obyek-obyek pasar tradisional, pasar burung, kios yang banyak menempati pinggir
jalan, dan para pedagang asongan maupun pedagang kaki lima (PKL), misalnya
penjual bakso, angkringan, penjaja makanan dan minuman, pejual sayur, dan
lain-lain. Kemudian tema kendaraan dan transportasi yang juga cukup banyak
peminatnya antara lain dengan obyek bemo, kereta, mobil, becak, perahu, kapal,
pesawat, truk, loko, gerobak, dokar, termasuk obyek suasana di dalam angkutan,
misalnya dalam bus, angkot, kereta, pesawat, dan lain-lain sebesar 7,4%.
Tema
kesenian/ budaya, meskipun tidak banyak, kurang dari 3%, terdapat pada
karya-karya sketsa yang mengambil obyek misalnya pertunjukan wayang kulit,
ondel-ondel, ogoh-ogoh, upacara pernikahan, kirab, sekaten, gunungan, miyos gangsa, dan idul kurban. Tema
binatang, seperti pengambilan obyek-obyek kucing, anjing, kerbau, ayam, kuda,
kancil, kura-kura, dan ikan juga ada meskipun tidak banyak, yang hanya 2,9%.
Demikian pula tema tumbuh-tumbuhan, dengan obyek pepohonan, nyiur, pohon
pepaya, bambu, tanaman merambat hingga ranting, ada tidak terlalu banyak,
sekitar 3,4 %. Sementara tema benda-benda dengan obyek botol, sepatu, alat
tulis, kamera, kaca mata, lipstik, mouse,
stappler, alat-alat pertanian, pot,
tempat sampah, baju, sendok-garpu, produk makanan dan buah-buahan, dan
lain-lain hampir mencapai 11%.
Pada umumnya tema dan obyek dipilih karena
alasan obyeknya memiliki bentuk menarik, unik, dan indah, sehingga merasa perlu
untuk diinformasikan baik mengenai obyek itu sendiri maupun hal-hal yang
bertalian di luarnya. Beberapa di antaranya mengaku karena mereka sering
melihat atau memilikinya sehingga sangat mengenali obyeknya. Tetapi ada pula
yang mengaitkannya dengan identitas dan sangat bertalian dengan aktivitas
masyarakat sekitar, karena itu penting untuk diungkapkan dan disampaikan.
Gambar 3. Taman Kecil Tak Terawat. Tinta dan cat
air
Sebuah sketsa bertema ruang
publik berupa taman
karya Antown Holic.
|
Gambar 4. Coffeshop.
Sebuah sketsa bertema
ruang publik masyarakat urban menggunakan tinta dan pensil warna karya Donald
Saluling |
Media dan
Teknik Bersketsa
Media
yang digunakan untuk mengerjakan sketsa yang dilakukan para sketser IS
bermacam-macam. Dari pengamatan terhadap 724 karya sketsa, tinta merupakan
media yang paling banyak digunakan (38,5%). Termasuk media tinta ialah pemakaian
drawingpen, ballpoint, spidol, marker, boxy,
tinta cina dengan pena atau kuas, yang digunakan dalam penyajian hitam putih.
Kemudian pemakaian media tinta yang disajikan dengan nada-nada tengah (halftones) atau nada keabu-abuan (greyscale) dengan cara pembasuhan tinta
(wash) atau dengan penambahan goresan
maupun dusel pensil. Penggunaan media tinta dengan halftones ini ada sekitar 5,8 %.
Gambar 5. Penjual Tongseng
Sebuah sketsa bertema
pedagang menggunakan tinta karya Yoso Banyudono
Teks di bagian kiri atas
merupakan storytelling singkat
tentang sketsa tersebut.
|
Gambar 6. Nonton Wayang.
Sebuah sketsa bertema
kesenian/ kebudayaan menggunakan tinta dengan
rendering arsir
yang halus. Karya Dadang Pribadi
|
Berikutnya
ialah penggunaan media tinta dengan cat air. Pewarnaan dengan cat air setelah
sketsa dikerjakan dengan tinta, ternyata cukup digemari para sketser IS, hingga
mencapai 34,3 %, baik pewarnaan secara monokromatik yang hanya menggunakan satu
warna maupun polikromatik yang menggunakan banyak warna. Sejumlah di antaranya
yakni sebanyak 5,1 %, sketsa dikerjakan melulu dengan cat air menggunakan kuas
sehingga sangat mirip dengan pengerjaan lukisan.
Sketsa
yang dikerjakan menggunakan pensil saja mencapai 12,1%. Rupanya pensil
merupakan media pilihan kedua setelah tinta. Termasuk media pensil ialah
berbagai jenis pensil, mencakupi pensil warna dan pensil arang (konte). Media
lainnya yang lebih sedikit digunakan ialah media digital dan penggunaan media
campur (mixmedia), masing-masing
sekitar 2%.
Teknik
penyajian karya sketsa dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni penggunaan garis
murni tanpa render dan dengan rendering. Yang tanpa dirender, hanya sekitar
13,9% tersaji dalam bentuk (1) kontur, (2) gestur, dan (3) campuran. Penyajian
sketsa dengan rendering banyak dilakukan, hampir mencapai 86%. Rendering sketsa
menggunakan (1) arsir, baik yang rinci maupun seperlunya, (2) blok atau spot,
dan (3) pewarnaan. Teknik arsir paling banyak dilakukan, mencapai 45%, kemudian
dengan mewarnai mencapai 39%, selebihnya dengan teknik blok yakni dengan
penambahan bidang atau bercak-bercak hitam yang kurang dari 2%.
Gambar 7. Bemo-bemo
Sebuah sketsa bertema
transportasi. Karya dengan goresan dan sapuan sederhana namun efektif. Media
tinta dan cat air pada sketchbook. Karya
Widiyatno
|
Gambar 8. Kucing
Sebuah sketsa bertema binatang.
Media pensil. Renderingnya tidak berlebihan namun tetap dapat mensugesti bentuk
obyeknya. Karya Anissa |
Ungkapan
Bentuk dan Pesan Karya Sketsa
Mengenai
pendekatan atau gaya karya sketsa, sebagian besar (67,54%) karya sketsa
tergolong impresionistik dan dikerjakan dengan tidak terlalu rinci. Bentuk
ungkapan impresionistik cukup menampilkan kesan-kesan obyeknya atas hasil
tangkapan sesaat dari kegiatan menggambar langsung dan hal ini merupakan
kecenderungan umum dalam karya sketsa. Sebesar 23,75% dikerjakan sangat rinci,
presisi, dalam gaya realistik. Penyajian gaya realistik umumnya dilakukan oleh
mereka yang memiliki kecermatan kuat dalam menggambar dan kebiasaan mereka
dalam membuat gambar ilustrasi. Sketsa jenis demikian lebih merupakan gambar
lengkap dan tentu membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Gambar 9. Speda di Pohon
Sketsa bergaya realistik
menggunakan tinta dengan teknik rendering yang rinci menyajikan gambar lengkap.
Karya Dhar Cedhar
|
Gambar 10. Pemulung
Media pensil. Sebuah sketsa
realistik yang diselesaikan
dengan arsiran seperlunya bertema sosok manusia,
yang menyentuh kehidupan manusia. Karya Ivanda Ramadhani
|
Sebagian
lagi sebesar 6,76% termasuk dalam pendekatan ekspresif, dengan sentuhan emosi
dan spontanitas yang kuat, sehingga terdapat distorsi bentuk. Sketsa dalam
jumlah yang tidak terlalu banyak ini lebih menampilkan karakteristik sebuah
sketsa dan lebih punya “greget”. Goresan spontan, dengan tarikan garis-garis
lancar yang dikerjakan dalam waktu singkat, kemudian penyajian yang sederhana,
esensial, dengan intensitas emosi yang menyertainya merupakan kekuatan karya
sketsa tersebut.
Gambar 11. Taman Makam Prasasti
Sketsa
ekspresif-impresionistik karya Indra Gunadharma menggunakan tinta yang
dilengkapi dengan aksen blok dan goresan yang mensugesti massa bentuknya. |
Gambar 12. Tamansari
Sketsa ekspresivistik
karya Faisal Amir, memperlihatkan goresan spontan dan cepat, sugestif,
distorsif. Media tinta yang dipadu
dengan nada tengah dan percikan |
Gaya
lain yang juga dalam jumlah kecil (1,65%) ialah dekoratif melalui stilisasi.
Bahkan ada pula yang diabstraksikan sehingga sangat sulit dikenali kembali
obyeknya dan tampilan bentuk transformatif. Dalam hal sketsa yang menjadi
abstrak dan bentuk yang transformatif, tentulah kurang sejalan dengan manifesto
yang diusung IS, karena karya yang demikian itu mengesampingkan segi naratifnya
serta lebih merupakan hasil imajinasi daripada ungkapan apa adanya sesuai
dengan hasil tangkapan mata. Bagaimanapun, gejala ini menunjukkan bahwa sketsa
dapat diwujudkan dalam bentuk yang beragam, mulai dari bentuk-bentuk yang
sangat mirip dengan obyeknya hingga pada bentuk-bentuk gubahan yang jauh dari
reperesentasi obyeknya.
Gambar 13. Ibu dan Anak
Sketsa karya lama Junita
Bahari Nonci yang mengabstraksikan bentuk dan di-posting di wall Indonesia’s Sketchers.
|
Tidak
semua sketser mempunyai pesan di balik pemilihan obyek karyanya. Tetapi
sejumlah di antaranya, dapat diketahui bahwa melalui karya-karya sketsa yang
dihasilkan, pesan-pesan yang ingin disampaikan para sketser ialah (1)
penyampaian infomasi dan komunikasi, (2) ungkapan keanekaragaman, (3) cinta dan
perhatian, (4) potret dan kritik sosial, dan (5) berbicara tentang kemanusiaan.
Pesan
yang terkait dengan penyampaian informasi dan komunikasi lebih menggambarkan
dan mempraktikkan semangat berbagi ceritera tentang apa yang terdapat dan
terjadi di lingkungan sekitar para sketsernya. Pemikiran ini sangat sejalan
dengan visi dan manifesto IS. Melalui karya-karya sketsa yang disuguhkan dapat
diketahui oleh orang lain tentang obyek, hal atau peristiwa, kebiasaan dan
tradisi masyarakat, atau apa saja yang menarik perhatian sketser untuk
disampaikan.
Melalui
karya sketsa pula pesan tentang adanya keanekaragaman yang terkandung di
dalamnya ingin disampaikan. Selain lebih
membuka wawasan tentang berbagai obyek yang dapat direkam dalam karya sketsa
dengan bermacam cara dan berdasarkan pandangan setiap sketsernya, pesan ini
akan membuka kesadaran orang akan adanya keanekaragaman suatu obyek, baik yang
diciptakan manusia maupun obyek-obyek ciptaan Tuhan. Pesan tentang ungkapan
keanekaragaman sesungguhnya juga sejalan dengan semangat untuk bertutur dalam
berkarya sketsa.
Sementara
pesan tentang cinta dan perhatian, selain terkandung pengertian untuk berbagi
ceritera, sebagai seorang pribadi, seorang sketser juga ingin menunjukkan bahwa
ia memiliki perhatian dan perasaan terhadap suatu obyek atau hal yang berbeda
dengan orang lain. Kemudian atas hasil pengamatan, pemahaman, dan sikap
terhadap gejala yang terjadi di lingkungan sosial, melalui karya sketsa,
seorang sketser menyampaikan pesan potret dan kritik sosial. Bagaimana
sekelompok masyarakat menghargai karya budaya, menjaga dan merawat warisan
budaya atau sebaliknya meninggalkan dan mencampakkannya, kegiatan dan kebiasaan
suatu masyarakat dalam menyikapi lingkungan, misalnya, dapat tersajikan di
balik obyek-obyek pilihan sketsernya. Potret masyarakat dengan pribadi-pribadi
yang unik dalam berbagai kegiatan dan persoalan yang dihadapi untuk
memperjuangkan kehidupannya masing-masing, dapat ditemukan dan diangkat menjadi
tema berkarya sketsa, yang di dalamnya syarat mengandung persoalan kemanusiaan.
Simpulan
dan Saran
Sebagai
bagian dari gambar, sketsa merupakan karya catatan yang umumnya dibuat dalam
waktu singkat dengan tujuan yang bermacam-macam. Sebagian di antaranya
merupakan rekaman visual atas pengamatan langsung, menceriterakan obyek yang
menarik perhatian pembuatnya, sebagian lainnya untuk sarana ungkapan pikiran
dan perasaan pembuatnya, sampai kepada keinginan mengkomunikasikan gagasan
serta menitipkan pesan-pesan.
Berbagai
bentuk ungkapan sketsa para sketser yang tergabung dalam komunitas Indonesia’s
Sketchers menunjukkan keanekaan tema dan obyek sketsa, gaya, penggunaan media
dan teknik, pesan yang diinginkan, serta wawasan terhadap karya sketsa, sesuai
dengan beragamnya latar belakang yang dimiliki oleh setiap anggota komunitas.
Salah satu kesamaan pandang dalam berkarya sketsa ialah kehadiran sketsa yang
dilandasi oleh pengamatan langsung terhadap obyeknya. Aneka bentuk ungkapan dan
pesan yang terkandung dalam sketsa para anggota IS dengan latar belakang para
sketser yang beragam telah menjadikan sketsa sebagai karya yang
karakteristiknya mencair, meluas, dan berkembang sehingga sulit ditentukan
batas-batasnya dengan karya gambar bahkan lukisan.
Mengingat
bahwa komunitas IS merupakan grup terbuka, diperlukan pengelolaan dan
pengorganisasian yang lebih ketat dan solid dengan melaksanakan program-program
secara konkret dalam rangka meningkatkan kualitas karya-karya sketsa yang di-posting, sehingga memiliki andil yang
nyata dalam percaturan di tingkat global.
Sesuai
dengan nama komunitas yang langsung menunjuk pada sketser Indonesia, hendaknya
lebih terbuka menampung bermacam pewacanaan sketsa, sehingga tidak harus
berkiblat pada komunitas lain dengan visi dan misi yang bisa berbeda. Jejaring
sosial seperti facebook merupakan salah satu media yang ampuh untuk memamerkan
karya-karya sketsa dan ajang berbagi pengalaman terkait dengan berkarya sketsa,
karena itu hendaknya dimanfaatkan secara optimal dan mampu menyebarluaskan
karya-karya sketsa anak negeri pada tataran dunia.